Pencarian jati
diri?
Setiap
manusia pasti pernah melewati suatu fase dalam rangka pencarian jati diri. Pun begitu
pula dengan saya, tiap waktu dan tiap kesempatan saya jadikan momentum untuk pencarian
jati diri dalam rangka perbaikan diri. Saya ingin berbagi mengenai pengalaman
saya selama satu semester mengikuti mata kuliah filsafat pendidikan matematika.
Mengapa judul tulisan ini perjalanan mencari jati diri? Karena dalam kuliah ini
tidak hanya diulas mengenai materi ataupun teori filsafat dari berbagai filsuf
namun juga share dua arah mengenai kehidupan dan pengalaman dalam hidup agar
hidup menjadi benar-benar hidup.
***
Dalam
pertemuan pertama diberikan pendahuluan mengenai filsafat. Ternyata filsafat
itu banyak sekali macamnya. Ada filsafat olahraga, filsafat barat, filsafat
matematika, filsafat pendidikan sampai filsafat tempe pun ada. Mengapa ada
filsafat tempe? Karena tempe pun juga memiliki falsafahnya. Mengapa bentuk
tempe datar pada bagian bawah dan cembung pada bagian atasnya? Karena agar
mudah untuk menggorengnya, salah satu diantara tujuan bentuk tempe tersebut. Lalu
dalam hal menggoreng tempe pun harus jelas sintaks-sintaksnya. Wajan harus
terbuka, karena jika tertelungkup maka minyaknya akan menyebar dan tumpah
sehingga tidak memungkinkan untuk menggoreng tempe. Jika wajan terbuka maka
minyak akan mengumpul dan menggoreng tempe pun dapat terlaksana. Sintaks-sintaksnya
harus jelas. Urutannya sesuai dan pas hingga tempe goreng pun siap. Ada 1001
filsafat mengenai tempe ini.
Cerita
diatas membuktikan bahwa filsafat itu dapat dipelajari dan mengalir dengan
sendirinya. Salah satu kunci yang dapat ditempuh adalah dengan banyak membaca
sehingga referensi dan wawasan akan semakin bertambah. Baca.... baca.....
baca.... dan terus baca.... Orang yang berfilsafat tidak
mungkin kalau dirinya terisolasi dan tidak mau berubah, pasti dirinya akan
selalu berubah. Hal ini karena mereka menganggap ilmu bukan karena diperintah
tapi karena dicari. Nah, pencarian ilmu ini juga menjadi salah satu sarana
dalam pencarian jati diri dan hakikat diri.
Objek
dalam filsafat ini pun juga banyak sekali meliputi apa yang ada dan yang
mungkin ada. Sesuatu yang telah kita ketahui merupakan sesuatu yang ada. Dan hal-hal
yang belum kita ketahui dapat kita katakan sesuatu yang mungkin ada. Semilyar pangkat
semilyar pun belum mampu mendefinisikan tentang yang ada. Begitu pula
sebaliknya, semilyar pangkat semilyar pun belum mampu mendefinisikan yang
mungkin ada. Itulah salah satu keterbatasan kita sebagai manusia. Untuk itu
dalam berfilsafat, kita dituntut untuk terus mengada dan menjadi pengada.
Filsafat
sendiri dipelajari dengan metode hidup menggunakan prinsip-prinsip hidup. Dosen
pengampu mata kuliah filsafat saya mengatakan bahwa tulang punggung filsafat
adalah komunikasi, sedangkan alat untuk berfilsafat adalah bahasa analog.
Bahasa analog memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari kiasan. Contoh bahasa
analog adalah hati dan pikiran. Dimana hati bisa dimaksud sebagai hal yang
identik dengan spiritual, Tuhan, doa, dan akhirat; sedangkan pikiran bisa
dimaksud dengan logika, ilmu pengetahuan, dan dunia. Untuk mengenal bahasa
analog, kita bisa sering membaca elegi-elegi sebagai sarana mengada yang
mungkin ada. Dengan bahasa analog ini, sesuatu yang sulit diungkapkan dengan
bahasa biasa dapat diungkapkan dengan mudah. Hal ini karena bahasa biasa
terbatas ruang dan waktu. Jadi, untuk memahami filsafat kita perlu mengenal dan
menguasai bahasa analog terlebih dahulu.
***
Dalam
perkuliahan berikutnya, pada awal pertemuan kami diberikan kuis tes jawab
singkat sebanyak 50 soal. Ternyata, masih banyak dari kami yang memperoleh
nilai nol. Nah, itulah yang membuktikan bahwa kami harus terus membaca dan
banyak belajar mengenai filsafat dan yang lainnya. Kita tidak boleh
menyombongkan diri karena merasa telah memiliki ilmu karena orang yang sombong
tidak mengetahui apa yang masih belum ia ketahui dan menutup pintu ilmu.
Pembelajaran
kala itu adalah mengenai bertanya. Ya, kami sebagai mahasiswa diminta untuk
bertanya akan apa-apa yang ingin kami ketahui. Perkuliahan kala itu diisi
dengan tanya jawab dan diskusi dua arah. Salah satu pertanyaan yang diajukan
oleh mahasiswa adalah mengenai kesulitan belajar siswa yakni jika seorang siswa
mengalami kesulitan belajar itu artinya siswa tersebut kesulitan dalam menembus
ruang dan waktu? Nha, secara filsafat bagaimana prosedur belajar itu?
Dalam
hal ini saya ingin berbagi jawaban dari Bapak Prof. Marsigit dalam perkuliahan tersebut
sebagai berikut:
Hal ini bisa dikaitkan dengan filsafat memperoleh
nilai nol. Secara filsafat, ketika kita menjawab SALAH dalam tes jawab singkat,
sebenarnya ada yang BENAR. Seandainya, kita ditanya siapa nama Bapak dari Pak
Marsigit. Tidak diragukan lagi, absolutely, kita tidak tahu. Secara filsafat,
ini termasuk dalam aliran validism. Aliran validism dapat digunakan untuk
membela kita dari kesemena-menaan orang tua atau membela anak SD dari kesemena-menaan
gurunya.
Seandainya kita tetap dipaksa menulis nama Bapak
dari Pak Marsigit, lalu kita menjawab SALAH. Secara filsafat, SALAH itu BENAR.
Hal ini menunjukkan metafisik yaitu yang tersembunyi. Semua yang ada dalam tes
jawab singkat tadi sebenarnya ada tokohnya sehingga tidak asal ditanyakan.
Semuanya tersembunyi dibalik kalimat, dibalik penampakan, dan dibalik diri kita
sendiri (dites ternyata mendapat nilai nol). Itulah sebenar-benarnya metafisik.
Masih ada yang lebih tersembunyi di dalam diri kita yaitu jiwa. Bisa jadi
ketika kita tertawa dan tampak bahagia, jauh di dalam hati kita sebenarnya
sedang mengalami kesedihan dan kekecewaan. Hanya diri kita sendirilah yang tahu
mengenai hati kita sendiri.
Contohnya metafisik diartikan sebagai filsafat
sembunyi. Padahal arti sebenarnya adalah dibalik yang fisik. Sepandai-pandainya
orang yang berfilsafat adalah jika mudah dipahami oleh orang awam. Inilah
alasan Pak Marsigit membuat elegi agar kita lama-lama dapat berfilsafat. Tidak
ada istilah GAGAL secara filsafat. Istilah GAGAL merupakan istilah dalam
psikologi. Secara filsafat, GAGAL berarti tidak sesuai ruang dan waktu. Contoh
pernyataan 4 x 6 = 50000. Jika ini dikatakan dalam pembelajaran di sekolah maka
pernyataan ini SALAH. Tetapi, jika ini dikatakan dalam studio foto maka pernyataan ini BENAR.
Filsafat mempedulikan ruang dan waktu. Secara filsafat, orang sukses adalah
orang yang berani menembus ruang dan waktu. Bahkan binatang, tumbuhan, dan batu
sekalipun mampu menembus ruang dan waktu. Bahkan ketika kita doing nothing pun sebanrnya kita juga
menembus ruang dan waktu seperti halnya batu.
Dalam filsafat, penggunaan bahasa itu penting.
Misalnya dalam statistika ada istilah data. Jika turun ke sekolah, data ini
adalah siswa. Jika naik ke atas, data ini adalah yang sudah ada. Jika naik lagi
ke spriritual, data ini adalah ciptaan Tuhan. Adanya bermacam-macam bahasa
karena adanya perbedaan ruang dan waktu. Contohnya ketika mengajar di SD dan
SMP haruslah menggunakan bahasa yang berbeda. Hal yang sangat konyol ketika
kita mengajarkan integral di SD. Integral memiliki unsur dasar jumlahan luas
atau jauh-dekat. Bagi anak SD, jauh-dekat lebih mudah dipahami daripada
integral. Itulah sebenar-benarnya matematika. Dalam mengajar matematika tidah
harus selalu dengan definisi. Anak-anak dapat memahami jauh-dekat, benci-rindu,
besar-kecil,…. dst karena pergaulannya.
Sebagai pendidik, sebaiknya haruslah peduli ruang dan waktu. Selain itu,
pendidik juga haruslah sopan dan satun terhadap filsafat. Filsafat itu
merupakan kesadaran.
Dalam
kesempatan pertemuan kala itu saya semakin menyadari bahwa bertanya merupakan
salah satu cara dalam berfilsafat. Ketika kita bertanya maka kita akan
mengetahui yang mungkin ada, mengetahui sesuatu yang tersembunyi yang belum
kita ketahui sebelumnya. Bertanya itulah juga merupakan salah satu cara bagi
kita untuk mencari jati diri. Maka belajar untuk bertanya juga merupakan salah
satu yang penting untuk dipelajari.
***
Pada pertemuan berikutnya kami
diberikan tes jawab singkat lagi. Kali ini tes jawab singkat mengenai menembus
ruang dan waktu. Tes terdiri dari 50 pertanyaan. Dalam tes kami dibelajarkan
mengenai material, analitik, formal, normatif dan spiritual dalam dimensi ruang
dan waktu. Berikut beberapa ulasan mengenai hal tersebut.
Materialnya apapun adalah material,
sedangkan analitik itu logika pikir. Jika material diterapkan pada benda maka
hal ini menyangkut banyaknya benda yang dihitung. Contohnya, analitiknya formal. Formal itu aturan, maka
analitiknya formal berarti banyaknya aturan-aturan. Lalu, analitiknya normatif
yaitu analitik. Analitik merupakan istilah normatif dan filsafat juga istilah
normatif. Selanjutnya, analitiknya sprititual. Analitik itu logika, maka
analitiknya spriritual itu logika Tuhan.
Sintetik adalah interaksi antara
campuran benda-benda. Sintetiknya material adalah campuran benda-benda.
Sintetiknya formal adalah formal gabungan dari aturan-aturan. Sintetiknya
normatif adalah sintetik. Selanjutnya, sintetiknya sprititual adalah
produk-produk dari spiritual.
Apriori adalah pikiran. Apriorinya
material adalah benda-benda pikir. Apriorinya formal adalah aturan-aturan di
dalam pikir. Selanjutnya, apriori spriritual adalah takdir. Kita dapat
memikirkan takdir, tetapi sepenuhnya takdir adalah kehendak Tuhan.
Transenden adalah dimensi para dewa.
Ingat para dewa berada di dimensi di atas kita. Contohnya, kita adalah dewa
bagi adik kita, bank adalah dewa bagi uang. Dewa bisa mengatur dimensi di
bawahnya. Transendennya material berarti benda-bendanya para dewa.
Transendennya spiritual berarti para amalaikat.
Relatifnya formal adalah aturan yang
longgar. Relatifnya normatif adalah relatif. Relatifnya spritiual berarti
ciptaan Tuhan yang ada di bumi.
Sebenar-benarnya tidak ada yang absolut
di dunia ini, hanyalah Tuhan yang absolut. Absolutnya formal berarti ketentuan
Tuhan. Absolutnya normatif berarti ilmu Tuhan. Absolutnya spiritual berarti
kuasa Tuhan.
Skeptisnya material adalah
benda-benda yang bergerak. Skeptis berarti belum menentukan posisi. Skeptisnya
formal adalah aturan-aturan yang tak jelas. Skeptisnya normatif adalah skeptis.
Skeptisnya spiritual adalah Syaitan. Skeptis juga berarti ragu-ragu.
Kemudian masih ada lagi yakni mitos.
Mitosnya material adalah benda pusaka.
Setelah itu, kami diminta untuk
menulis pertanyaan pada lembar jawaban tes jawab singkat tersebut. Kemudian dipanggil
secara acak oleh Pak Marsigit dan kami mengajukan pertanyaan yang telah kami
tulis sebelumnya.
Berikut
saya tuliskan pertanyaan dari teman-teman ketika perkuliahan beserta jawaban
dari Pak Marsigit selaku dosen pengampu mata kuliah ini yang telah terekam
selama perkuliahan kala itu.
Pertanyaan pertama dari Sdri. Elfrida Noviana Dewi :
Bagaimana membangun filsafat bagi
orang yang sama sekali belum memahaminya?
Bagaimana dengan orang yang tidak
kuliah atau tidak mengambil mata kuliah filsafat?
Jawaban Pak Marsigit :
Untuk membangun filsafat, dilakukan
saja dengan ikhtiar. Jika kita diminta membaca, kita harus mau membaca. Jika
kita diminta membuat comment, maka kita harus mau membuat comment. Jika diminta
berpikir, maka kita harus mau berpikir. Bagi orang yang tidak kuliah. Untuk
apa? Kita tidak perlu memfilsafatkan masyarakat. Lebih baik kita mengurusi diri
kita sendiri.
Pertanyaan kedua dari Sdr. Mu’ahid
Nur Rahman :
Mohon dijelaskan mengenai apa yang
dimaksud skeptis?
Jawaban Pak Marsigit :
Skeptis berarti meragukan segala
sesuatu. Pada zaman dahulu di Yunani, tokoh skeptis adalah Rene Descartes. Awal
mulanya dari mimpi. Tetapi, mimpi yang dialami Rene Descartes sangat berbeda
sehingga membuatnya tidak mampu membedakan antara mimpi dan kenyataan.
Kemungkinan ini mungkin saja terjadi di negeri yang bersalju seperti Perancis.
Di lingkungan yang bersalju, serba putih, dan dingin memanglah wajar. Ketika
bermimpi tentang salju, ya seperti itu. Ketika berada di luar rumah, hamparan
salju ya seperti itu. Ketika tidur dan bangun tidur, salju juga begitu. Memang,
jika di Indonesia hal ini sulit terjadi karena tidak ada hamparan salju yang
luas. Rene lalu kebingungan dan ia hendak mencari kepastian. Semua yang dilihat
dan dipikikan tidak dapat dipercaya termasuk Tuhan pun dia tidak percaya.
Tetapi, singkat kata pada akhinya Rene mampu menemukan Tuhan.
Rene memang meragukan segala
sesuatu, sehingga ia mencari tahu terus-menerus. Satu hal yang menurutnya
jelas-jelas pasti bahwa aku ini sedang bertanya. Tidak ada yang bisa mendebat
hal ini. Menurutnya jika aku bertanya maka aku ada, saya berpikir maka saya
ada. Dampak hal ini tidak main-main.
Jika kita tidak berpikir bisa jadi
jangan-jangan kita tidak ada. Kalau kita tidak membuat comment bisa jadi jangan-jangan kita tidak ada. Menurut Rene
Descartes, itulah yang namanya Skeptisism. Gabungan antara skeptis dengan
positif akan menjadi Metode Saintifik.
Pertanyaan ketiga dari Sdri. Deary
Putriani :
Mohon dijelaskan mengenai apa itu
transenden?
Jawaban Pak Marsigit :
Transenden itu adalah sifat yang
berada pada dimensi dewa atau dimensi di atasnya. Contohnya rektor adalah
transenden bagi mahasiswa serta dosen adalah transenden bagi mahasiswa; mahasiswa
mengetahui sedikit tentang sifat dosen, sedangkan dosen mengetahui banyak
tentang sifat mahasiswa. Contoh lain adalah cacing dengan ayam. Ayam adalah
dewanya cacing. Sifat ayam transenden bagi sifat cacing. Cacing mungkin
berjalan santai di dekat ayam, padahal ayam siap mematuknya. Transenden
memiliki sifat yang ada di dimensi di atasnya.
Pertanyaan keempat dari Sdri. Ilma
Rizki Nur Afifah :
Adakah aturan dalam berfilsafat?
Jawaban Pak Marsigit :
Selama ini, sebenarnya kita sedang
membicarakan aturan filsafat. Pertanyaan ini ibarat kita seperti ayam yang ada
di dalam lumbung padi. Ayam menginjak-injak makanan yang akan dimakan. Sampai
sekarang dan sampai akhir, sebenarnya kita telah bicara tata cara berfilsafat.
Aturan itu melimpah ruah sehingga barangkali justru itu membuat kita sulit
mengatakannya.
Pertanyaan kelima dari Sdri. Rita
Suryani :
Mohon lebih dijelaskan mengenai
validism beserta contohnya!
Jawaban Pak Marsigit :
SALAH itu BENAR. Filsafatnya SALAH
namanya Validism. Dengan adanya
filsafat ini, kita akan menyadari bahwa ketika kita mendapat nilai NOL, nilai
itu adalah BENAR. Memang tes jawab singkat tadi dibuat agar kita tidak sombong.
Jika kita mencari ilmu yang didasari dengan rasa sombong, maka kita tidak akan
mendapat apa-apa. Inilah pengakuan Partai Nol Indo.
Jika guru menyadari bahwa dunia
siswa adalah dunianya menjawab SALAH, maka guru akan maklum. Sangatlah wajar
jika siswa salah karena siswa sedang belajar. Guru harus tahu filsafat bahwa di
dunia ini perlu ada yang SALAH. Seandainya, guru marah-marah dan stress, maka
siswa juga akan stress dan semuanya akan RUGI.
Dalam kuliah ini, banyak yang tidak
paham elegi misalnya elegi paradoks tukang cukur. Sebenarnya elegi ini
menyatakan bahwa f(x) adalah himpunan dari a sama dengan x dengan x tidak sama
dengan x.
Pertanyaan keenam dari Sdri.
Latifatul Karimah :
Nilai kebenaran dalam filsafat
didasarkan pada apa?
Jawaban Pak Marsigit :
Nilai kebenaran ditentukan oleh yang
ada dan yang mungkin ada dalam ruang dan waktu. Benar diriku itu subjektif.
Benar diri kita itu objektif. Benar dalam pikiran itu ideal. Benar di luar
pikiran kita itu relatif. Sebenarnya ilmu yang dipelajari itu melimpah
ruah-banyak sampai-sampai mungkin kita tidak tahu. Ibarat anak ayam yang
kelaparan di dalam lumbung padi. Ayam mungkin tidak dapat membedakan antara
batu dan makanan. Kebenaran dunia ini relatif, tetapi kebenaran Tuhan itu absolut.
Kebenaran skeprtis itu diragukan dan kebenaran pikiran itu adalah konsisten
atau koheren.
Barang siapa berpikir tidak
konsisten maka itulah yang disebut salah; salahnya berpikir. Kebenaran para
dewa adalah para logos. Kebenaran para daksa adalah pada faktanya. Kebenaran
subjek adalah para predikatnya, sedangkan kebenaran predikat adalah para subjeknya.
Kebenaran kapitalis itu modalnya; siapa yang bermodal dianggap ada. Kebenaran
utilitarian adalah asas manfaat. Kebenaran pragmatis itu praktisnya. Kebenaran
material itu bendanya. Kebenaran spiritual itu firman Tuhan. Kebenaran
benda-benda itu relatif, sedangkan kebenaran Tuhan itu absolut.
Pertanyaan ketujuh dari Sdr. Anggara
Ari Mustofa :
Apakah filsafat dari nol?
Jawaban Pak Marsigit :
Filsafat dari nol adalah nihilism.
Nihilism menganggap bahwa pada akhirnya manusia itu hampa atau tiada. Manusia
menggapai ketiadaan agar hidup bahagia. Tiada nafsu, tiada amarah, tiada
cita-cita, dan dalam keadaan tiada kita akan naik ke nirwana.
Pertanyaan kedelapan dari Sdri.
Winda Dwi Astuti :
Filsafat apa yang membiacarakan masa
depan?
Jawaban Pak Marsigit :
Tokoh filsafat ini adalah Immanuel
Kant dalam bukunya teologi. Bisa jadi jika mulai sekarang kita belajar terbang,
mungkin saja turunan ke dua puluh ribu kita bisa terbang. Hal ini sesuai dengan
prinsip evolusi. Contohnya ikan di laut bisa berubah bentuk karena disesuaikan
dengan aktivitasnya. Mungkin saja kuda nil bisa jadi badannya membesar karena
di air tidak banyak bergerak dan lama lama mungkin saja bisa kehilangan
kakinya. Semilyar tahun lagi mungkin hal ini bisa terjadi.
Pertanyaan kesembilan dari Sdri.
Diah Hapsari Widyarini :
Adakah batasan mencari ilmu?
Jawaban Pak Marsigit :
Ciri orang berfilsafat mudah
dipahami. Pertanyaan ini tidak mudah dipahami karena sebenar-benarnya ilmu itu
terbentang luas.
Kemudian setelah menjawab pertanyaan
dari Sdri. Diah Hapsari nama saya dipanggil oleh Pak Marsigit. Dan berikut
pertanyaan yang telah saya tulis sebelumnya.
Apa yang membuat Bapak tertarik
memdalami filsafat?
Jawaban Pak Marsigit :
Hidup tidak semata-mata atas dasar
tertarik. Tertarik itu berarti pelaku tunggal yang penuh full of otority. Banyak kejadian yang tidak sengaja, di luar
kemauan, dan di luar pikiran; semua mengalir begitu saja. Kemudian Pak Marsigit
menceritakan tentang kisah perjalanannya mulai dari keluarganya, proses kuliah
sarjana, kisah mengenai beasiswa studi pasca sarjana di Inggris ketika usianya
38 tahun dan lulus ketika berusia 40 tahun. Kemudian ketika secara kebetulan
terdapat studi doktoral filsafat dan akhirnya beliau diterima. Dan lulus ketika
Pak Marsigit berulang tahun. Kemudian kisah Pak Marsigit hingga menjadi guru
besar dalam ilmu pembelajaran matematika.
Cerita tersebut telah menginspirasi
saya dalam belajar. Suatu proses dan perjalanan yang sangat mengesankan ketika
kita menjalaninya dengan keikhlasan dan mengalir mengikuti rencana dan takdir
yang telah Allah pilihkan untuk kita. Sebagai hamba kita juga harus
mengupayakan yang terbaik dalam setiap perjalanan hidup kita. Teruslah untuk
berprestasi dan berkarya.
Pertanyaan kesebelas dari Sdr. Tangguh Yudho Pamungkas :
Apa hubungan filsafat dengan Tuhan?
Jawaban Pak Marsigit :
Bacalah elegi menggapai ritual
ikhlas 1-43. Pertanyaan ini sudah sejak awal kita bahas terus menerus. Tidak
perlu metode definisi karena hubungan filsafat dengan Tuhan dapat dpahami jika
kita cermat. Dari awal sampai sekarang, hal ini selalu dibicarakan itulah
posisinya ibarat kita ingin mendefiniskan cinta. Tak akan bisa kita
mendefinisikan cinta karena sejak dulu kita telah bicara cinta Walaupun tidak
terucap tapi terlihat dalam tindakan dan tulisan. Singkatnya, filsafat itu
pikiran dan agama itu hati.
Sehebat-hebatnya pikiran tidak akan
mungkin mengetahui relung-relung hati seseorang. Itulah gambaran setinggi
tinggi ilmu manusia. Tidak akan mungkin manusia dapat mengetahui rahasia Tuhan.
Jika diturunkan, sehebat-hebatnya ucapan tidak akan mungkin bisa mengucapkan
apa yang ada dalam pikiran. Sehebat-hebatnya tulisan tidak akan mungkin bisa
menulis apa yang akan diucapkan. Selincah-lincahnya gerakan tidak akan mungkin
bisa melaksanakan apa yang sudah ditulisankan. Dunia berstuktur dan
berhierarkis. Jangan sombong dan gagah-gagahan untuk mengetahui rahasia Tuhan.
Pertemuan inilah salah satu perjalanan
yang saya lalui dalam proses pencarian jati diri. Setiap pertanyaan dan jawaban
yang telah diulas dalam pertemuan kala itu memberikan pembelajaran berharga
bagi saya. Tetaplah optimis dalam setiap perjalanan hidup kita karena Allah itu
sesungguhnya dekat dengan hamba-Nya.
***
Perkuliahan
berikutnya kami mendapat kunjungan observasi dari mahasiswa S-3. Bapak Ibu
observer tersebut bergabung dan mengamati proses pembelajaran filsafat
pendidikan matematika di kelas kami.
Dalam
kesempatan tersebut pula Pak Marsigit menjelaskan beberapa teori filsafat
pendidikan dari berbagai filsuf dan membuat diagram di papan tulis. Mungkin untuk
memahami hal tersebut saya masih butuh banyak belajar lagi karena
pemikiran-pemikiran para filsuf yang dijelaskan sungguh sangat briliant. Dalam diagram
tersebut juga ditampilkan bahwa ilmu pengetahuan itu berjenjang dan memiliki
dimensi yakni dimensi ruang dan waktu. Jika kita dapat menggunakan suatu hal
sesuai dengan ruang dan waktu maka kita telah membuat suatu keteraturan. Keteraturan
dalam ruang dan waktu.
Pemikiran-pemikiran
dari beberapa filsuf tersebut telah membuat wawasan saya menjadi terbuka akan
relatifitas ruang dan waktu. Pertemuan kali ini merupakan salah satu perjalanan
saya dalam menggapai jati diri dalam filsafat pendidikan. Teruslah untuk
berpikir dan belajar maka suatu saat kita akan bisa menjadi pengada untuk yang
mungkin ada. Semangat belajar dan semangat berproses dalam perjalanan mencari
jati diri.
***
Pada
perkuliahan berikutnya diawali dengan tes jawab singkat seperti biasa. Namun kali
ini soal yang diberikan lebih banyak dari biasanya yakni tujuh puluh dua soal. Ketika
pengoreksian jawaban kami diminta untuk mencoret semua jawaban baik yang diisi
maupun tidak. Semua. Kami pun melakukan hal tersebut sehingga sekelas
mendapatkan nilai nol. Dan berjayalah partai Nolindo di kelas kami. Mengapa
demikian? Pak Marsigit pun menjelaskan bahwa nilai nol menunjukkan bahwa kita
harus tetap ikhlas dalam menuntut ilmu, agar kita tidak sombong jika
mendapatkan skor yang baik. Karena jika kita sombong pada ilmu maka sebenarnya
kita tidak akan mendapat apa-apa. Ya, memang benar bahwa menuntut ilmu itu
harus diimbangi dengan keikhlasan. Ikhlas hati dan juga ikhlas pikir.
Setelah
itu kami diberikan kesempatan untuk menanyakan jawaban dari soal tes jawab
singkat tersebut. Kemudian setelah Pak Marsigit menjawab, kami diberikan
kesempatan untuk mencari dan menjelaskan salah satu dari sekian nomor pada tes
jawab singkat.
Dalam
kesempatan kali ini saya ingin mencoba menjelaskan mengenai benarnya salah dan salahnya benar. Benar dan Salah merupakan suatu
kontradiksi. Misal dalam suatu pre tes siswa menjawab salah. Nah, kita
memandang bahwa siswa tersebut benar karena memang ia belum mengetahui materi
yang diujikan dan belum mendapat penjelasan. Jadi, salahnya siswa tersebut
adalah benar.
Seorang
siswa pergi ke sekolah mengenakan seragam. Siswa tersebut benar karena telah
mengikuti aturan memakai seragam ke sekolah. Namun, ternyata siswa tersebut
memakai seragam hari selasa padahal hari tersebut adalah rabu. Nah, benar siswa
tersebut telah memakai seragam, namun ternyata siswa tersebut salah hari. Jadi,
benarnya siswa tersebut adalah salah.
Dalam
hidup ini, terkadang kita menjumpai kejadian seperti hal di atas. Benar dan
salah itu terkadang subjektif jika berdasar manusia karena setiap daerah
memiliki norma yang berbeda yang berkaitan dengan benar dan salah. Dalam pencarian
jati diri tentunya kita akan menjumpai benar dan salah, berada pada
persimpangan jalan yang menuntut kita untuk membuat keputusan. Benar dan salah
selalu menjadi dilema bagi setiap pencari jati diri. Untuk itulah dalam
menggapai jati diri kita memerlukan suatu pegangan hidup agar tidak tersesat
dalam jalan mencari jati diri. Bagi umat Islam, pegangan hidupnya adalah Al Qur’an
dan Hadist. Hal tersebut merujuk pada kebenaran absolut yakni kebenaran Tuhan. Jika
kita memiliki keimanan akan Tuhan maka itu menjadi suatu pondasi dalam perjalanan
pencarian jati diri.
***
Perkuliahan
filsafat tidak hanya sampai pada perkuliahan tersebut karena masih ada kuliah
tambahan yang diberikan ketika minggu tenang ujian. Pada pertemuan kali ini,
diisi dengan sesi tanya jawab. Kami diminta untuk menulis pertanyaan pada
selembar kertas kemudian mengumpulkannya. Pak Marsigit membaca pertanyaan yang
telah kami tuliskan kemudian memberikan penjelasannya. Berikut pertanyaan yang
terdapat pada perkuliahan tersebut.
1.
Septi Nur Hidayati
: Bagaimana cara mengkomunikasikan
matematika pada siswa saat pembelajaran dengan materi yang abstrak?
2.
Hernestri
Anggraheni : Apakah
mencari identitas termasuk dalam berfilsafat?
3.
Rosaini : Bagaimana terjadinya filsafat?
4.
Rizky
Cahyaningtyas : Metode
pembelajaran seperti apa yang tidak memicu adanya perbudakan?
5.
Latifatul
Karimah : Apakah ciri-ciri orang yang sudah
menggapai ruang dan waktu?
6.
Diyah Wahyu
Utami : Mohon dijelaskan mengenai para logis
antinomi?
7.
Atika Izzatul
Jannah : Pada usia berapa anak dapat diajar
berfilsafat?
8.
Trysilia Ida
Pramesti : Apakah hakekat malas dalam filsafat?
9.
Kartina
Purnamasari : Bagaimana
usaha agar tidak terjebak dalam mitos?
10. Arina Fauzia Ainani : Bagaimana
cara menunjukkan bahwa sesuatu yang tidak tepat pada siswa tanpa mengurangi
motivasi siswa?
11. Novia Nuraini : Apakah
mempunyai tekad yang kuat terhadap masa depan termasuk mendahului kodartnya?
12.
Deary Putriani :
Apakah filsafat juga merupakan ilmu
agama?
13.
Fitriana Nur
Hidayati : Bagaimana menghadapi rekan kerja
yang baik di depan tetapi mengunjing di belakang?
Dalam
pertemuan kali ini, satu poin penting yang saya dapatkan adalah betapa
pentingnya komunikasi. Seseorang bisa memahami satu sama lain karena memiliki
suatu komunikasi yang baik. Seseorang dapat juga kehilangan kepercayaan karena
komunikasi yang kurang baik. Untuk itulah penting bagi kita untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dengan orang lain. Dalam perjalanan
mencari diri, kita harus memiliki bekal komunikasi yang baik agar tetap berada
pada jalan yang baik menuju jati diri yang utama. Komunikasi memberikan kita
pandangan dan wawasan sehingga membantu kita dalam membuat suatu keputusan. Selamat
belajar dan melakukan perjalanan mencari diri.
***
Demikianlah
beberapa kisah perjalanan kami dalam proses pencarian jati diri. Setiap orang
memiliki kisahnya masing-masing. Semoga setiap perjalanan yang kita lakukan
kita senantiasa diberikan petunjuk dan pertolongan-Nya. Selamat menempuh
perjalanan dan melukiskan kisah hidup masing-masing.
Terima
kasih J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar